Bagi anda yang belum tahu sejarah perikanan indonesia,dalam artikel ini akan membuat anda semua tahu dari mana perkembangan perikanan indonesia dari masa ke masa.
1. Sejarah Perikanan Indonesia pada Zaman Kuno
Perikanan
telah menjadi kegiatan ekonomi pada periode sebelum masehi. Di
Indonesia, sebelum terjadinya migrasi skala besar pada periode Neolithic
(3000 – 2000 SM) , penduduk asli Indonesia yang disebut sebagai Wajak
hidup secara primitif dengan cara menangkap ikan dan
berburu (Anonymous, 1996). Selain itu penangkapan ikan hiu juga telah
dilakukan ribuan tahun silam oleh penduduk asli Indonesia terutama
mereka yang berada di wilayah timur Indonesia. Kemudian pada sekitar ke
abad 15 dan ke 16 kelompol etnis yang disebut Bajini, Makassar, Bugis,
dan Bajo merintis perdagangan tripang dan trochus untuk diperdagangkan
dengan kelompok pedagang asal Cina (Anonymous, 2001). Catatan ini pun
bisa disebut awal sebutan dari “nenek moyangku bangsa pelaut”.
2. Sejarah Perikanan Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda Hingga Awal Kemerdekaan
2.1 Masa Penjajahan Belanda
Pengembangan
kelautan di Republik Indonesia ini dimulai pada tahun 1911 dengan
dibentuknya Bugerlijk Openbare Werken yang kemudian dalam perjalanannya
pada tahun 1931 berubah menjadi Departemen Verkeer en Waterstaat. "Unit
kerja"warisan kolonial Belanda inilah yang merupakan cikal bakal
pembentukan departemen yang mengelola aspek kelautan di masa sekarang.
Pada saat itu unit kerja tersebut mengurusi masyarakat pantai yang
menyandarkan kegiatan ekonomi pada bidang kelautan. Pada
saat itu juga telah ditetapkan UU Ordonansi tentang batas laut Hindia
Belanda melalui Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939,
yang menetapkan bahwa lebar laut wilayah Hindia Belanda ditetapkan pada
masing-masing pulau sampai sejauh 3 mil yang diukur dari garis air surut
terendah.
Sementara
itu Lembaga yang menangani perikanan semasa pemerintahan kolonial
Belanda berada dalam lingkup Departemen van Landbouw, Nijverheid en
handel yang kemudian berubah menjadi Departemen van Ekonomische Zaken.
Kegiatan-kegiatan perikanan masa itu digolongkan sebagai kegiatan
pertanian. Meskipun demikian, terdapat suatu organisasi
khusus yang mengurusi kegiatan perikanan laut di bawah Departemen van
Ekonomische Zaken. Organisasi tersebut adalah Onderafdeling Zee Visserij
dari Afdeling Cooperatie en Binnenlandsche Handel. Sedangkan untuk
melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan laut, maka
dibentuklah suatu lembaga penelitian pemerintah kolonial Belanda yang
diberi nama Institut voor de Zee Visserij.
2.2 Masa Penjajahan Belanda
Pada
jaman Jepang diadakan latihan-latihan Pemuda antara lain : latihan
Pemuda Pertanian, Latihan Pemuda Perikanan, Latihan Pemuda perikanan
atau disebut juga “GYOMIN BOOZYOO” dilaksanakan di Tegal dan Batang,
yang diutamakan bagi pemuda-pemuda yang bermukim di daerah pantai di
seluruh pulau Jawa. Lama latihan adalah 3 (tiga) bulan dengan materi
latihan meliputi dasar-dasar pelayaran dan perikanan. Bagi mereka yang
telah selesai mengikuti latihan dikembalikan ke daerahnya masing-masing
untuk dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh, demikian
seterusnya.Selanjutnya pada masa penjajahan Jepang antara tahun 1942
sampai dengan 1945. Pada masa penjajahan Jepang, terjadi
perluasan lembaga-lembaga perikanan milik pemerintah. Pada masa ini, di
daerah-daerah dibentuk jawatan penerangan perikanan yang disebut Suisan
Shidozo. Di samping itu, pada masa ini terjadi penyatuan perikanan darat
dengan perikanan laut, walaupun tetap dimasukkan dalam kegiatan rumpun
pertanian.
2.3 Masa Awal Kemerdekaan
Setelah
proklamasi kemerdekaan pada kabinet presidensial pertama, pemerintah
Republik Indonesia membentuk Departemen Kemakmuran Rakyat dengan
menterinya Mr. Syafruddin Prawiranegara. Pada Departemen tersebut di
atas, maka dibentuklah Jawatan Perikanan yang mengurusi
kegiatan-kegiatan perikanan darat dan perikanan laut.
Semenjak kabinet pertama yang terbentuk pada tanggal 2 September 1945
hingga terbentuknya kabinet parlementer ketiga pada tanggal 3 Juli 1947,
Jawatan Perikanan tetap berada di bawah Koordinator Pertanian, di
samping Koordinator Perdagangan dan Koordinator Perindustrian dalam
Departemen Kemakmuran Rakyat.
Pada
masa Kedaulatan RI sekitar tahun 1949, Departemen Kemakmuran Rakyat
kemudian dipecah menjadi dua Departemen, yaitu Departemen Pertanian
serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian. Pada masa itulah Jawatan
Perikanan masuk ke dalam Departemen Pertanian. Selanjutnya Departemen Pertanian pada tanggal 17 Maret 1951 mengalami perubahan susunan, yakni dengan adanya
penunjukkan 3 koordinator yang menangani urusan Pertanian, Perkebunan
dan urusan Kehewanan. Selanjutnya dibawah Koordinator Pertanian,
dibentuklah Jawatan Pertanian Rakyat. Jawatan Perikanan yang selanjutnya
berkembang menjadi Jawatan Perikanan Laut, Kantor Perikanan Darat,
Balai Penyelidikan Perikanan Darat, dan Yayasan Perikanan Laut. Kesemua
jawatan tersebut berada di bawah Jawatan Pertanian Rakyat. Struktur ini
tidak bertahan lama.
Pada
9 April 1957, susunan Departemen Pertanian mengalami perubahan lagi
dengan dibentuknya Direktorat Perikanan yang mengkoordinasi
jawatan-jawatan perikanan. Jatuh bangunnya kabinet semasa pemerintahan
parlementer mengakibatkan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir.
Soekarno menganggap bahwa sistem parlementer tidak cocok dengan
kepribadian bangsa Indonesia, sehingga pada 5 Juli 1957, presiden
mengeluarkan dekrit untuk kembali pada UUD 1945.Istilah Departemen pada
masa sebelum dekrit tetap sebagai departemen, sedangkan istilah
direktorat kembali menjadi jawatan. Pada 1962, terjadi penggabungan
Departemen Pertanian dan Departemen Agraria dan istilah direktorat
digunakan kembali. Pada masa kabinet presidensial paska dekrit,
Direktorat Perikanan telah mengalami perkembangan menjadi beberapa
jawatan, yakni Jawatan Perikanan Darat, Perikanan Laut, Lembaga
Penelitian Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Lembaga
Pendidikan Usaha Perikanan dan BPU Perikani.
Berhubung
kondisi politik dan keamanan yang belum stabil waktu itu, mengakibatkan
pemerintah merombak kembali susunan kabinet dan terbentuklah Kabinet
Dwikora pada tahun 1964. Pada Kabinet Dwikora ini, Departemen Pertanian
mengalami dekonstruksi menjadi 5 buah departemen, dimana Departemen
Perikanan Darat/Laut berada di bawah Kompartemen Pertanian dan Agraria.
Pembentukan Departemen Perikanan Darat/Laut merupakan respon pemerintah
terhadap hasil Musyawarah Nelayan I yang menghasilkan rekomendasi
perlunya departemen khusus yang menangani pemikiran dan pengurusan usaha
meningkatkan pembangunan perikanan. Melalui pembentukan Kabinet Dwikora
yang Disempurnakan, Departemen Perikanan Darat/Laut tidak lagi di bawah
Kompartemen Pertanian dan Agraria melainkan berada di bawah Kompartemen
Maritim. Di bawah Kompartemen baru, departemen tersebut mengalami
perubahan nama menjadi Departemen Perikanan dan Pengelolaan Kekayaan
Laut. Keadaan ini tidak berlangsung lama, pada 1965 terjadi
pemberontakan G 30 S/PKI dan Kabinet Dwikora diganti dengan Kabinet
Ampera pada 1966.
3. Zaman Orde Baru
Semenjak
kabinet Ampera sampai dengan Orde Baru berakhir sektor perikanan dan
kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya sumber
daya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat
beragam, baik jenis dan potensinya. Tentunya inilah yang mendasari
Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Departemen Eksplorasi Laut (DEL)
dengan mengangkat Ir. Sarwono Kusumaatmaja sebagai Menteri Eksplorasi
Laut.Ternyata penggunaan nomenklatur DEL tidak berlangsung lama karena
berdasarkan usulan DPR dan berbagai pihak, telah dilakukan perubahan
dari Departemen Eksplorasi Laut menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan
Perikanan (DELP) pada tanggal 1 Desember 1999, yang selanjutnya
berdasarkan Kepres RI No.165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 DELP
berubah menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan.
4. Zaman Reformasi
Berdasarkan data Food Outlook (FAO 2007) produksi perikanan tangkap Indonesia mengalami penurunan sebesar 4,55
persen. Penurunan tersebut lebih besar dari rata-rata penurunan
produksi perikanan dari sepuluh negara produser perikanan dunia, yaitu
sebesar 2,37 persen. Pada tahun yang sama (2007), FAO mempublikasikan
bahwa kondisi sumberdaya ikan di sekitar perairan Indonesia, terutama di
sekitar perairan Samudera India dan samudera pasifik sudah menujukan
kondisi full exploited. Bahkan di perairan Samudera Hindia kondisinya
cenderung mengarah kepada overexploited. Artinya bahwa dikedua perairan
tersebut saat ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan ekspansi
penangkapan ikan secara besar-besaran. Hal ini memperkuat dugaan para
ahli selama ini bahwa kondisi sumberdaya ikan di beberapa wilayah
perairan sudah mengalami degradasi. Berdasarkan hal tersebut maka
pemeritah perlu secara cepat melakukan berbagai upaya guna menyelamatkan
sumberdaya perikanan di wilayah perairan Indonesia. Hal yang cukup
menggembirakan terjadi pada produksi perikanan budidaya nasional.
Menurut catatan FAO (2007) tersebut terlihat bahwa produksi perikanan
budidaya nasional mengalam peningkatan sebesar 16,67 persen. Peningkatan
ini jauh lebih besar dari rata-rata peningkata produksi perikanan
budidaya di sepuluh negara produser perikanan budidaya dunia yang hanya
mencapai sekitar 2,03 persen. Tingginya pertumbuhan produksi perikanan
budidaya tersebut mempertahankan peringkat Indonesia sebagai negara
kelima terbesar produser perikanan dunia. Namun demikian guna
mempertahankan dan meningkatkan produksi perikanan budidaya nasional
pemerintah perlu meningkatkan kualitas lahan budidaya. Hal ini
dimaksudkan guna lebih meningkatkan produktivitas lahan budidaya.
Sejak
era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia, sejak
itu pula perubahan kehidupan mendasar berkembang di hampir seluruh
kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti merebaknya beragam krisis
yang melanda Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satunya adalah
berkaitan dengan Orientasi Pembangunan. Dimasa Orde Baru, orientasi
pembangunan masih terkonsentrasi pada wilayah daratan.
Sektor
kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya
sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat
beragam, baik jenis dan potensinya. Potensi sumberdaya tersebut terdiri
dari sumberdaya yang dapat diperbaharui, seperti sumberdaya perikanan,
baik perikanan tangkap maupun budidaya laut dan pantai, energi non
konvensional dan energi serta sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui
seperti sumberdaya minyak dan gas bumi dan berbagai jenis mineral.
Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa
lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan
perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan
dan sebagainya. Tentunya inilah yang mendasari Presiden Abdurrahman
Wahid dengan Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober
1999 dalam Kabinet Periode 1999-2004 mengangkat Ir. Sarwono Kusumaatmaja
sebagai Menteri Eksplorasi Laut.
Selanjutnya
pengangkatan tersebut diikuti dengan pembentukan Departemen Eksplorasi
Laut (DEL) beserta rincian tugas dan fungsinya melalui Keputusan
Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tanggal 10 November 1999 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen.
Ternyata penggunaan nomenklatur DEL tidak berlangsung lama karena
berdasarkan usulan DPR dan berbagai pihak, telah dilakukan perubahan
penyebutan dari Menteri Eksplorasi Laut menjadi Menteri Eksplorasi Laut
dan Perikanan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 145 Tahun 1999
tanggal 1 Desember 1999. Perubahan ini ditindaklanjuti dengan
penggantian nomenklatur DEL menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan
Perikanan (DELP) melalui Keputusan Presiden Nomor 147 Tahun 1999 tanggal
1 Desember 1999.
Dalam
perkembangan selanjutnya, telah terjadi perombakan susunan kabinet
setelah Sidang Tahunan MPR tahun 2000, dan terjadi perubahan nomenklatur
DELP menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sesuai
Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Wewenang, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Departemen. Kemudian berubah menjadi Kementrian Kelautan dan
Perikanan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009 tentang Pembentukan
dan Organisasi Kementerian Negara, maka Nomenklatur Departemen Kelautan
dan Perikanan menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan
struktur organisasi pada Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak
mengalami perubahan. Dalam rangka menindaklanjuti Keputusan Presiden
Nomor 165 Tahun 2000 tersebut, pada November 2000 telah dilakukan
penyempurnaan organisasi DKP. Pada akhir tahun 2000, diterbitkan
Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan
Tugas Departemen, dimana organisasi DKP yang baru menjadi :
1) Menteri Kelautan dan Perikanan;
2) Sekretaris Jenderal;
3) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
4) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
5) Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
6) Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran;
7) Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
8) Inspektorat Jenderal;
9) Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
10) Staf Ahli.
Sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik
Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Preaturan Presiden
Nomor 94 Tahun 2006, maka struktur organisasi KKP menjadi :
1) Menteri Kelautan dan Perikanan;
2) Sekretaris Jenderal;
3) Inspektorat Jenderal;
4) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
5) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
6) Direktorat Jenderal Pengawasan & Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
7) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan;
8) Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
9) Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
10) Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan;
11) Staf Ahli.
Tebentuknya
Kementrian Kelautan dan Perikanan pada dasarnya merupakan sebuah
tantangan, sekaligus peluang bagi pengembangan sektor kelautan dan
perikanan Indonesia. Artinya, bagaimana KKP ini menempatkan sektor
kelautan dan perikanan sebagai salah satu sektor andalan yang mampu
mengantarkan Bangsa Indonesia keluar dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan. Setidaknya ada beberapa alasan pokok yang mendasarinya.
Pertama,
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 dan garis
pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia tetapi juga menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut
yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Kedua,
selama beberapa dasawarsa, orientasi pembangunan negara ini lebih
mangarah ke darat, mengakibatkan sumberdaya daratan terkuras. Oleh
karena itu wajar jika sumberdaya laut dan perikanan tumbuh ke depan.
Ketiga,
dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk serta meningkatnya kesadaran
manusia terhadap arti penting produk perikanan dan kelautan bagi
kesehatan dan kecerdasan manusia, sangat diyakini masih dapat
meningkatkan produk perikanan dan kelautan di masa datang. Keempat,
kawasan pesisir dan lautan yang dinamis tidak hanya memiliki potensi
sumberdaya, tetapi juga memiliki potensi bagi pengembangan berbagai
aktivitas pembangunan yang bersifat ekstrasi seperti industri,
pemukiman, konservasi dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar